Dinamika Musik Pop Era 90’an

Oleh: Rifky Kurniawan
Musik pop sekarang terkenal dengan musik pengantar bunuh dirinya, lagu sendu yang mendayu – dayu bikin pilu kena palu. Pertanyaannya kenapa sampai berkembang musik seperti itu? Pertanyaan itulah yang akan coba dijawab dari aspek sejarah musik pop itu sendiri (dalam hal ini musik pop era 90’an).
Awal berkembangnya musik pop
Perkembangan musik pop tidaklah lepas dari peran media massa, dan radio pendukung awal berkembangnya musik di Indonesia bahkan dunia.  Media massa  menempati posisi strategis dalam membangun batas – batas sebuah lagu berada pada titik ideal konstruksi kapital dan selera publik, dan radio merupakan media awal dari pembangunan konstruksi kapital dan selera publik mengenai selera musik pop yang dimulai pada tahun 1920’an, yang kemudian disusul media televisi (MTV terutama yang menayangkan musik 24jam non stop).
Periode 80 dan 90’an adalah awal dari mewabahnya industri hiburan termasuk didalamnya adalah musik populer. Hal ini dikarenakan munculnya media massa swasta baik cetak maupun elektronik. Stasiun televisi tidak lagi dimonopoli oleh negara (TVRI) mulai bermunculan stasiun televisi swasta,  seperti RCTI , SCTV, ANTEVE, Indosiar dan TPI.
Data pertengahan 1990’an, menunjukkan sekitar 80 juta kaset rekaman per tahun beredar di masyarakat (sekitar 500 milyar rupiah). Jumlah kaset rekaman yang beredar ini apabila dirinci, sekitar 85 % adalah rekaman lagu Indonesia dan sisanya rekaman lagu asing (Republika, 20 April 1996).

Pasang surut musik pop era 90’an
Mulai berkembangnya industri musik terutama musik pop terjadi ketika lepas masa pengekangan Orde Baru. Bermunculannya media swasta menjadi penunjang berkembangnya musik pop. Pada era 80’an dan 90’an kiblat musik menjadi milik Prambors yang memutar musik – musik yang disukai para remaja waktu itu. Prambors memutarkan baik itu musik – musik indonesia maupun luar negeri seperti The Beatles dan Rolling Stones dari pagi hingga tengah malam.
Selain itu, media cetak juga berperan dalam perkembangan musik di tanah air, majalah Hai adalah salah satunya. Majalah ini memberikan informasi – informasi yang update tentang perkembangan musik baik dalam negeri maupun luar negeri. Lewat rubrik Haitop, pembaca dapat mengetahui lagu – lagu yang sedang hits di AS, Inggris dan Indonesia.
Ketika keran swasta dibuka dibidang media televisi, mulailah stasiun televisi berlomba – lomba dalam penayangan musik untuk mendapatkan rating. RCTI dengan acara musik andalannya di era 90’a yakni Video Musik Indonesia, Nuansa Musik dan Delta, SCTV dengan Simfoni dan Video Hits, TPI dengan Musik Pop Indonesia, Minggu Pilihan, dan  Musiklip, serta Indosiar dengan Video Klip Musik, Pesta, dan Tembang Kenangan. Anteve bekerjasama dengan MTV menayangkan beberapa acara yang terkenal seperti MTV Musik Rock, MTV Asia Hit List dan Bursa Musik Indonesia.
Peraturan Pemerintah No.20 yang dikeluarkan pada Juni 1994 membuka industri rekaman asing di Indonesia. Hingga Juli enam perusahaan multidimensional besar melebarkan sayapnya ke Indonesia, seperti Warner Music Indonesia, BMG, PolyGram, EMI, Universal, Sony Music. Perusahaan – perusahaan multidimensional ini telah menguasai 40%-50% omzet industri rekaman di Indonesia.
Musisi – musisi yang mewakili era 90an ini salah satunya adalah Betharia Sonata dengan tembang – tembang melankolisnya mampu menghibur para pendengar musik pop di Indonesia. Lagu Hati Yang Luka ciptaan Obbie Mesakh menjadi sebuah perbincangan baik itu di radio maupun di televisi. Lagu – lagu seperti ini mendapat kritikan dari Harmoko yang menganggapnya sebagai lagu “krupuk” dan cengeng dan ia mengimbau agar lagu seperti ini dihentikan penayangannya di TVRI. Pelarangan terhadap musik aliran musik cengeng ini menjadikan musik pop Indonesia surut, dan seperti kehilangan arah. Dampak positifnya musik dangdut menjadi lebih hidup dan meriah. ‘Gantengnya Pacarku’ hits dangdut pertama yang dinyanyikan Nini karlina semakin exisnya perkembangan musik dangdut.
Pada era selanjutnya yakni akhir 90’an sampai sekarang, musik pop di Indonesia dikuasai oleh band – band pop, dari mulai Sheila On 7, Padi hingga Kangen Band, ST12 dan Armada.Musik pop Indonesia mulai menggeliat bahkan sampai merajai musik negeri tetangga yakni Malaysia.
Kritikan untuk musik pop
Musik pop adalah sebuah musik yang memiliki karakteristik komersil yang dibuat sesuai dengan keinginan atau seleraa pasar. Ada istilah “music for sale not for soul” karena terkadang dalam pembuatan musiknya lebih mementingkan unsur komersil dan terkadang mengabaikan unsur estetika seni dalam bermusik. Karena alasan tersebutlah munculla beberapa kritikan dari para politisi, seperti Harmoko (pada waktu Orde Baru menjadi Menteri Penerangan) dan juga Bung Karno.
Menteri Penerangan era Orde Baru yakni Harmoko mengungkapkan kritikannya pada saat perayaan ulang tahun TVRI yang ke-26, ia mengkritik tayangan Aneka Ria Safari dan Selekta Pop yang menurutnya sering menayangkan lagu – lagu cengeng. Harmoko berkata demikian karena lagu – lagu cengeng tersebut melemahkan mental rakyat dan melenceng dari tujuan Orde Baru yakni Pembangunan.
Bung Karno mengkritik keras musik pop yang berkembang di Indonesia. Ia merasa tidaklah pantas sebuah bangsa yang menentang imperialisme dalam hal politik dan ekonomi terkena imperialisme kebudayaan dari Barat. Kritikan tersebut tertuang dalam pidatonya pada pidato 17 Agustus 1929; “Dan engkau, hai pemuda – pemuda dan pemudi – pemudi, engkau jang tentunya anti imperialisme ekonomi, engkau jang menentang  menentang imperilisme politik, kenapa dikalangan engkau banjak jangtidak menentang imperialisme kebudayaan? Kenapa dikalangan engkau banjak jang masih rock – n’roll – rock n’roll-an, dansi – dansian ala cha – cha – cha, musik – musikan ala ngak ngik ngek gila – gilaan dan lain sebagainya?” (Soekarno, 1929:27).
Jadi, memang dari awal musik pop itu identik dengan musik komersil yang ditunjang dukungan dari para produser rekaman yang mencari untung. Namun, ada baiknya para pekerja seni musik baik itu musisi ataupun produser rekaman memikirkan  kreatifitas seni dalam bermusik agar musik Indonesia dapat terus berkembang, bukan hanya menjual lirik – lirik sendu tanpa dibarengi dengan kualitas bermusik yang baik.